SELAMAT DATANG DI TEROPONG PENGETAHUAN SEARCH yang kamu cari

Jumat, 22 Juli 2011

Aksi Polisionil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Aksi Polisionil adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli sampai 5 Agustus 1947 (aksi pertama) dan dari 19 Desember 1948 sampai 5 Januari 1949 (aksi kedua).

Latar belakang

Penjajah Belanda berselisih pendapat mengenai kemerdekaan Indonesia sesudah Jepang menyerah kalah, dan menduduki semua pulau Indonesia kecuali Jawa dan Sumatera. Di pulau-pulau tersebut terus-menerus terjadi pertempuran antara pasukan-pasukan Belanda dan Republik. Di kawasan-kawasan lain di Nusantara juga ada perlawanan hebat. Selain dari itu Belanda menuduh Indonesia kurang melindungi orang Indo-Eropa karena ribuan di antaranya dibunuh, sebagian dengan cara digorok. Dari mereka yang terbunuh, 5000 orang dapat diindentifikasi dan lebih dari 20.000 orang sandera hilang.

(Sesudah pejabat-pejabat wibawa Belanda berangsur-angsur kembali ketegangan antara orang pribumi dan nonpribumi bertambah. Penduduk keturunan Tionghoa juga menjadi korban. Perdana Menteri Sjahrir mengakhiri kurun waktu perkosa ini, yang berlangsung dari Oktober 1945 sampai Maret 1946. Topik ini, di Belanda disebut Periode Bersiap, masih saja pantang baik di Belanda maupun di Indonesia.)

Akhirnya ada gencatan senjata dan rundingan untuk akur politik, disebut Perjanjian Linggajati.

Aksi Pertama: Operatie Product (Operasi Produk)

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer Belanda I

Aksi pertama terjadi karena saat itu pemerintahan Indonesia dinilai oleh Belanda, tidak bekerja sama melaksanakan isi Perjanjian Linggarjati, yang disahkan pihak Belanda tanggal 24 Maret 1947. Pihak Indonesia dianggap sudah kehilangan kepercayaan, karena Tweede Kamer (Parlemen Belanda) pada awalnya ragu untuk menyetujui isi perjanjian.

Operasi Produk direncanakan oleh Jenderal Simon Hendrik Spoor, untuk menduduki wilayah terpenting secara ekonomis di Jawa Barat dan Timur tanpa mengganggu Kota Yogyakarta, pusat pemerintah Indonesia waktu itu, karena biaya tinggi. Operasi ini berhasil menduduki sebagian besar Jawa dan Sumatera, karena TNI tidak melakukan perlawanan yang berarti (kekurangan senjata). Akan tetapi mengakibatkan adanya aksi-aksi gerilya oleh TNI dan Pelopor di wilayah-wilayah lain.

Perserikatan Bangsa Bangsa melakukan campur tangan untuk mengadakan gencatan senjata, disahkan pada tanggal 17 Januari 1948 menurut Renville-overeenkomst (Perjanjian Renville). Karena itu masalah internal Belanda menjadi masalah internasional.

Aksi Kedua : Operatie Kraai (Operasi Gagak)

artikel utama: Agresi Militer Belanda II

Aksi polisionil kedua akhir 1948 dilaksanakan memaksa Republik bekerja sama dengan pengurus Belanda untuk deelstatenpolitiek (Politik Negara Bagian) menurut Perjanjian Linggajati. Maksud pemerintah Belanda (Kabinet Drees/Van Schaik) menyelenggarakan Indonesia berdasar federal dengan hubungan ketat Belanda. Alasan lain Belanda jengkel karena Indonesia kurang menghormati gencatan senjata.

Sewaktu aksi polisionil ini Yogyakarta (Yogyakarta) langsung diserang dan pemerintah Indonesia, termasuk presiden Soekarno, ditahan. Selainnya semua kota besar dan jalan-jalan di antaranya diduduki. Aksi Belanda ini, sebetulnya upaya membinasakan Republik, gagal karena percampuran tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, aksi-aksi boikot internasional dan gerilya Republik yang sangat nekat. Pada Agustus 1949 ada gencatan senjata lagi. Akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia karena tekanan keras dari Amerika Serikat.

Sewaktu dua aksi polisi 100.000 tentara dikerahkan setiap kali, termasuk KNIL (Bala Tentara Hindia-Belanda Kerajaan). Ternyata aksi polisionil ini tidak terbatas, yang dinyatakan pemerintah Belanda. Jumlahnya lebih dari 5000 tentara Belanda tewas. Pihak Indonesia kelipatan, kira-kira lebih dari 150.000.

Peristiwa-Peristiwa

Zuid-Celebes-Affaire (Peristiwa Sulawesi)

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembantaian Westerling

Peristiwa Westerling yang terjadi sebelum aksi polisionil pertama. Di Sulawesi perlawanan terhadap Belanda keras sekali. Kapten Raymond Pierre Paul Westerling (1919-1987), kepala DST (Depot Speciale Troepen), bertindak kejam. DST (Korps Pasukan Khusus) adalah pasukan komando berwenang beroperasi tanpa menunggu perintah KNIL. Menurut noodrecht (hak darurat) di beberapa desa banyak orang pribumi sipil dihukum mati. Juga orang-orang yang tertangkap dihukum mati tanpa proses hukum. Kadang-kadang ada penganiayaan.

Sewaktu kejadian ini terkenal, hak kewenangan khusus pasukan itu diambil. Pada April 1947 komisi Enthoven menyelidiki hal ini. Laporan ini dikirim parlemen Belanda akhir 1948, bersifat pribadi. Awal 1949 surat-surat dari tentara-tentara Belanda dibacakan di parlemen, yang juga dicatat koran-koran Belanda. Penulisnya, sekalipun demikian sering tidak melawan kehadiran militer di Indonesia, tetap melaporkan kejahatan-kejahatan perang. Pemerintah mempertimbangkan mengutus Pangeran Bernhard (suami Ratu Juliana), Pemeriksa Angkatan Darat, ke Indonesia, akan tetapi ini dianggap tidak baik untuk proses perdamaian.

Peristiwa ini sempat menimbulkan ketegangan lagi di Belanda, sewaktu ahli jiwa dr. J.E. Hueting, bekas veteran Hindia, pada 1969 menceritakan tindakan Belanda melalui TV. Penyelidikan berikut, dikepalai Cees Fasseur, menghasilkan Excessennota nota yang melaporkan 3144 korban dibunuh oleh tentara, 136 oleh polisi dan 576 oleh polisi kampung.

Jumlah ini diragukan. Indonesia melaporkan 40.000 korban. Masih saja ada jalan-jalan di Sulawesi disebut "Jalan 40.000". Memang, 42 tentara Belanda dihukum karena ini, akan tetapi tidak pernah perwira-perwira.

Nanti, DST dikerahkan upaya mendirikan RMS (Republik Maluku Selatan).

Bondowoso Dan Pakisadji

Peristiwa Bondowoso, pada tahun 1947, adalah peristiwa dimana kereta api yang mengangkut 47 tawanan orang Indonesia meninggal dunia karena kelaparan, tanpa makanan dan minuman. Beberapa tentara Belanda dihukum dua sampai delapan bulan penjara.

Kira-kira pada waktu yang sama, tentara Belanda membakar kampung Pakisadji karena perjuang-perjuang kemerdekaan menaruh ranjau-ranjau di sekitarnya. Tiga tentara Belanda menolak karena alasan etik dan dihukum dua tahun sampai dua tahun enam bulan penjara.

Pers melaporkan hal ini yang menimbulkan kemarahan masyarakat Belanda karena tentara-tentara yang berkelakuan baik dihukum lebih keras.

Akhirnya

Sepertiga tentara Belanda wajib militer menolak berjuang menaklukkan Indonesia. Separohnya yang menolak dipaksa ke Indonesia. Bagian lain dihukum atau melarikan diri. Jumlah tentara yang membelot ke pihak perjuang-perjuang kemerdekaan 23. Mereka dibunuh atau dihukum keras sekali oleh Belanda. Satu-satunya yang baru sempat lolos adalah Poncke Princen, akan tetapi istrinya (pribumi) dibunuh oleh tentara Belanda sewaktu aksi itu. Poncke Princen meninggal dunia tahun 2002 sebagai WNI.

Segera sesudah pernyataan kemedekaan Indonesia semboyan pemerintah Belanda Indiƫ verloren, rampspoed geboren artinya kehilangan Hindia kelahiran malapetaka. Kebalikan benar, sesudah pengakuan kemerdekaan Indonesia pemerintah dan pengusaha-pengusaha Belanda mengarah ke industri Eropa. Akibat, minoritas yang kaya karena Hindia kurang kaya, mayoritas rakyat Belanda berangsur-angsur mengalami kemakmuran sejak waktu itu. Sebelumnya keadaan sebagian besar rakyat Belanda buruk sampai buruk sekali, sudah sebelum perang dunia kedua.

Akhirnya lebih dari 400.000 orang Indo-Eropa (warga campuran Eropa dan Indonesia serta keturunan mereka) dan 10.000 orang Maluku tunawarga (bekas tentara KNIL dan keluarganya) pindah atau diungsikan ke Belanda.

Sebagian besar penduduk Belanda mengakui kesalahan Belanda[rujukan?], terutama yang lahir sesudah kemerdekaan Indonesia. Untunglah pemerintah Belanda secara resmi menyesali kejadian-kejadian sewaktu aksi-aksi polisionil dan akhirnya (2005) mengakui 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia, akan tetapi belum minta maaf (2006). Alasan, pemerintah Belanda dengan memperhatikan hati sanubari veteran Belanda dan masyarakat Maluku di Belanda.

Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda

Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa di mana Belanda akhirnya mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Pengakuan ini baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Langkah Bot ini mendobrak tabu dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah.

Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag. Kehadirannya didampingi oleh para menteri utama Kabinet Balkenende IV, antara lain Menteri Luar Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen, Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, Menteri Pertahanan Eimert van Middelkoop, dan para pejabat tinggi kementerian luar negeri, parlemen, serta para mantan Duta Besar Belanda untuk Indonesia.[1]

Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945-1949 adalah ilegal.

Sebelumnya, pada tahun 1995, Ratu Beatrix sempat ingin menghadiri Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-50. Tapi keinginan ini ditentang PM Wim Kok. Akhirnya Beatrix terpaksa mampir di Singapura dan baru memasuki Indonesia beberapa hari setelah peringatan proklamasi.

Pernyataan Pemerintah Belanda di Den Haag

Menlu Ben Bot menegaskan, kehadirannya pada upacara Hari Ulang Tahun RI ke-60 dapat dilihat sebagai penerimaan politik dan moral bahwa Indonesia merdeka pada 17-8-1945. Atas nama Belanda, ia juga meminta maaf.

Menlu Belanda Bernard Bot menyampaikan hal itu dalam upacara peringatan berakhirnya pendudukan Jepang di Hindia Belanda, hari Senin 15 Agustus 2005 di kompleks Monumen Hindia, Den Haag. Pernyataan Bot itu juga disaksikan Ratu Beatrix, yang hadir meletakkan karangan bunga.

Bot secara eksplisit mengungkapkan bahwa sikap dan langkahnya tersebut telah mendapat dukungan kabinet. "Saya dengan dukungan kabinet akan menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa di Belanda ada kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia de facto telah dimulai 17-8-1945 dan bahwa kita 60 tahun setelah itu, dalam pengertian politik dan moral, telah menerima dengan lapang dada," demikian Bot.

Pengakuan secara resmi soal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 selama ini sulit diterima para veteran, sebab mereka ketika itu setelah tanggal tersebut dikerahkan untuk melakukan Agresi Militer. Baru kemudian pada 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia secara resmi diteken.

Menurut menteri yang lahir pada 21 November 1937 di Batavia (kini Jakarta), itu sikap menerima tanggal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 dalam pengertian moral juga berarti bahwa dirinya ikut mendukung ungkapan penyesalan mengenai perpisahan Indonesia-Belanda yang menyakitkan dan penuh kekerasan. "Hampir 6.000 militer Belanda gugur dalam pertempuran, banyak yang cacat atau menjadi korban trauma psikologis. Akibat pengerahan militer skala besar-besaran, negeri kita juga sepertinya berdiri pada sisi sejarah yang salah. Ini sungguh kurang mengenakkan bagi pihak-pihak yang terlibat," tandas Bot.

Doktor hukum lulusan Harvard Law School itu melukiskan berlikunya pengakuan seputar tanggal kemerdekaan dan hubungan Belanda-Indonesia itu seperti orang mendaki gunung. "Baru setelah seseorang berdiri di puncak gunung, orang dapat melihat mana jalan tersederhana dan tersingkat untuk menuju ke puncak. Hal seperti itu juga berlaku bagi mereka yang terlibat pengambilan keputusan pada tahun 40-an. Baru belakangan terlihat bahwa perpisahan Indonesia-Belanda terlalu berlarut-larut dan dengan diiringi banyak kekerasan militer melebihi seharusnya. Untuk itu saya atas nama pemerintah Belanda akan menyampaikan permohonan maaf di Jakarta," tekad Bot.

"Dalam hal ini saya mengharapkan pengertian dan dukungan dari masyarakat Hindia (angkatan Hindia Belanda), masyarakat Maluku di Belanda dan para veteran Aksi Polisionil," demikian Bot.
[sunting] Pernyataan Pemerintah Belanda di Jakarta

Selain itu Belanda sesalkan siksa Rakyat Indonesia pasca 17-8-1945, akhirnya mengakui Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Belanda pun mengakui tentaranya telah melakukan penyiksaan terhadap rakyat Indonesia melalui agresi militernya pasca proklamasi.

"Atas nama pemerintah Belanda, saya ingin menyatakan penyesalan sedalam-dalamnya atas terjadinya semuanya ini," begitulah kata Menlu Bernard Bot dalam pidato resminya kepada pemerintah Indonesia yang diwakili Menlu Hassan Wirajuda, di ruang Nusantara, Gedung Deplu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat. "Fakta adanya aksi militer merupakan kenyataan sangat pahit bagi rakyat Indonesia. Atas nama pemerintah Belanda saya ingin menyatakan penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan ini," kata Menlu Belanda Bernard Bot kepada wartawan dalam pidato kenegaraan tersebut, hari Selasa 16 Agustus 2005.

Bot tidak menyampaikan permintaan maaf secara langsung, hanya berupa bentuk penyesalan. Ketika ditanya mengenai hal ini, Bot menjawab diplomatis. "Ini masalah sensitif bagi kedua negara. Pernyataan ini merupakan bentuk penyesalan yang mendalam. Kami yakin pemerintah Indonesia dapat memahami artinya," kilah Bot.

Bot mengakui, kehadiran dirinya merupakan pertama kali sejak 60 tahun lalu di mana seorang kabinet Belanda hadir dalam perayaan kemerdekaan. "Dengan kehadiran saya ini, pemerintah Belanda secara politik dan moral telah menerima proklamasi yaitu tanggal RI menyatakan kemerdekaannya," tukas pria kelahiran Batavia (Jakarta) ini.

Pasca proklamasi, lanjut Bot, agresi militer Belanda telah menghilangkan nyawa rakyat Indonesia dalam jumlah sangat besar. Bot berharap, meski kenangan tersebut tidak pernah hilang dari ingatan rakyat Indonesia, jangan sampai hal tersebut menjadi penghalang rekonsiliasi antara Indonesia dan Belanda.

Meski menyesali penjajahan itu, Belanda tidak secara resmi menyatakan permintaan maaf. Indonesia pun tidak secara resmi menyatakan memaafkan Belanda atas tiga setengah abad penjajahannya.

Pidato ini dilakukan dalam rangka pesan dari pemerintah Belanda terkait peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 RI. Turut hadir Menlu Hassan Wirajuda, Jubir Deplu Marty Natalegawa, dan sejumlah mantan Menlu. Dari pihak Belanda, hadir Dubes Belanda untuk Indonesia dan disaksikan para Dubes dari negara-negara sahabat.
[sunting] Sikap Pemerintah Indonesia

Menlu Hassan pun hanya mengatakan,"Kami menerima pernyataan penyesalan dari pemerintah Belanda". Saat ditanya apakah dengan menerima penyesalan dari pemerintah Belanda berarti Indonesia memaafkan kejahatan Belanda semasa penjajahan dulu, Hassan tidak membenarkan dan tidak membantahnya. "Kita sudah dengar sendiri dari Menlu Bot. Ini adalah pernyataan yang sensitif. Di Belanda pun untuk menyatakan penyesalan ini menjadi perdebatan sejumlah pihak. Kita harus menghargai sikap Belanda," tutur Hassan.

Acara yang dimulai pukul 19.30 ini berakhir pada pukul 20.15 WIB. Usai menyampaikan pidatonya, kedua Menlu ini saling memotong tumpengan nasi kuning sebagai tanda dimulainya babak baru hubungan Indonesia dan Belanda.

Sejarah Nusantara (1942-1945)

Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.

Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang. Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yg tugasnya menyiapkan kemerdekaan.
Latar belakang

Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.

Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.

Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

Organisasi yang diprakarsai oleh Jepang

* Pembela Tanah Air (Peta)
* Gakukotai (laskar pelajar)
* Heiho (barisan cadangan prajurit)
* Seinendan (barisan pemuda)
* Fujinkai (barisan wanita)
* Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
* Jawa Hokokai
* Keibodan (barisan pembantu polisi)
* Jibakutai (pasukan berani mati)
* Kempetai (barisan polisi rahasia)

Sosial Budaya

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Jepang

Sistem stratifikasi sosial pada zaman Jepang menempatkan golongan bumiputera di atas golongan Eropa maupun golongan Timur Asing, kecuali Jepang. Hal ini disebabkan oleh Jepang ingin yang mengambil hati rakyat Indonesia untuk membantu mereka dalam perang Asia Timur Raya.

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern

Saat ini, industrialisasi modern tentu membawa dampak yang jauh lebih luas daripada industrialisasi pada masa Kolonial Belanda. Di perkotaan, terdapat pergeseran struktur pekerjaan dan angkatan kerja. Misalnya, sekarang muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang dahulu tidak ada, yaitu jasa konsultan, advokasi, dan lembaga bantuan hokum. Angkatan jerja juga mengalami pergeseran, terutama dalam hal gender. Dahulu, tenaga kerja sangat dimonopoli kaum laki-laki. Namun saat ini, kaum perempuan telah berperan di segala bidang pekerjaan.

Berdasarkan hal tersebut, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, tetapi juga ditentukan oleh aspek lain, seperti faktor kelangkaan dan profesionalitas seseorang. Hal ini disebabkan oleh masyarakat industri yang memang sangat mengahrgai kreativitas yang mampu memberi nilai tambah dalam pekerjaa. Akibatnya, orang yang berpendidikan tinggi sangat dihargai oleh masyarakat industri. Sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah ditempatkan pada strata bawah.

Perlawanan rakyat terhadap Jepang

Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942

Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng Lok Seumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.

Peristiwa Singaparna

Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Jawa Barat (Singaparna) di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.

Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.

Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawah ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.

Peristiwa Indramayu, April 1944

Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang Kabupaten Indramayu.

Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.

Pemberontakan Teuku Hamid

Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas.

Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.

Pemberontakan Peta

* Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)

Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.

* Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)

Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.

* Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)

Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.

Perlawanan Pang Suma

Perlawanan Rakyat yg dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Selatan. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yg besar pengaruhnya dikalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.

Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.

Perlawanan Koreri di Biak

Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.

Perlawanan di Pulau Yapen Selatan

Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.

Perlawanan di Tanah Besar Papua

Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.

Gerakan bawah tanah

Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:

* Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
* Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor berita Antara).
* Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa dan pelajar.
* Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan Kaigun (AL) Jepang.

Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi.

Demikianlah gambaran tentang aktifitas pergerakan Nasional yang dilakukan oleh kelompok organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintah pendudukan Jepang, tentu Anda dapat memahami sebab-sebab kegagalan dan mengapa para tokoh pergerakan lebih memilih sikap kooperatif menghadapi pemerintahan militer Jepang yang sangat ganas/kejam.

Garis waktu
1941

* 6 Januari, Belanda menangkap Thamrin, Douwes Dekker dan beberapa tokoh nasionalis lain. Thamrin meninggal di tahanan lima hari kemudian. Douwes Dekker diasingkan ke Suriname.
* 11 Januari - Tim perundingan Jepang yang baru dan lebih agresif di bawah Yoshizawa tiba di Batavia.
* Februari - Tekanan Jepang yang kian meningkat terhadap pemerintah Hindia Belanda untuk "bergabung dengan Wilayah Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya" ditolak Van Mook.
* 14 Mei - Jepang mengirimkan sebuah ultimatum kepada pemerintah Hindia Belanda, menuntut agar pengaruh dan kehadiran Jepang dibiarkan di wilayah ini.
* 6 Juni - Perundingan antara Belanda dan Jepang gagal. Pemerintah Hindia Belanda menjawab bahwa tidak akan ada konsesi yang akan diberikan kepada Jepang, dan bahwa semua produk strategis (termasuk minyak dan karet) telah dikontrakkan untuk dikapalkan ke Britania dan Amerika Serikat.
* 11 Juli - Volksraad membentuk sebuah milisi Indonesia.
* 25 Juli - Jepang mengumumkan pembentukan sebuah "protektorat" atas Indochina.
* 26 Juli - Semua asset Jepang di Hindia Belanda dibekukan.
* 30 Juli - Pemerintah Belanda di pembuangan menjanjikan untuk mengadakan konferensi tentang Indonesia setelah perang.
* 30 November - Angkatan Laut Belanda di Hindia mulai dimobilisasa.
* 5 Desember - Pemerintah Hindia Belanda mengirim permintaan kepada Australia untuk mengirimkan pasukannya ke Ambon dan Timor. Pesawat-pesawat Angkatan Udara Australia dan personilnya tiba pada 7 Desember.
* 8 Desember - Jepang menyerang Malaya, mendarat di ujung selatan Thailand dan utara Malaya. Jepang mulai menyerang Filipina. Belanda, di antara bangsa-bangsa lainnya, perang terhadap Jepang.
* 10 Desember - Kapal-kapal perang Britania, Prince of Wales dan Repulse ditenggelamkan dalam perbedaan beberapa jam saja satu sama lain di lepas pantai Malaya.
* 16 Desember - Orang-orang Aceh yang anti Belanda mengadakan hubungan dengan pasukan-pasukan Jepang di Malaya.
* 17 Desember – Pasukan yang dipimpin oleh Australia mendarat di Timor Portugis. Diktator Portugal Salazar memprotes.
* 17 Desember - Jepang melakukan serangan udara atas Ternate.
* Jepang mendarat di Sarawak.
* 22 Desember – Pasukan invasi utama Jepang mendarat di Filipina.
* Hatta menulis sebuah artikel surat kabar yang menyerukan agar bangsa Indonesia melawan Jepang.
* 24 Desember - Jepang menyerang pasukan-pasukan Britania di Kuching, Sarawak.

1942

Januari

* 2 Januari - Jepang merebut kota Manila.
* 3 Januari - Jepang merebut Sabah.
* 6 Januari - Jepang merebut Brunei.
* 6 Januari – Serangan udara Jepang pertama atas Ambon.
* 10 Januari - Jepang mulai menginvasi Indonesia di Kalimantan (Tarakan) dan Sulawesi (Manado).
* 11 Januari - Jepang merebut Tarakan.
* 12 Januari - Van Mook melakukan perjalanan darurat ke Amerika Serikat, meminta tambahan pasukan, dan agar Hindia Belanda tidak dilupakan dalam pertahanan Sekutu.
* 13 Januari - Jepang merebut Manado.
* 15 Januari - Jen. Wavell dari Britania mengambil alih komando atas ABDACOM, komando gabungan Sekutu pertama (Australia, Britania, Belanda, Amerika) di dalam perang.
* 16 Januari – Agen-agen Aceh kembali dari Malaya dengan janji-janji dukungan Jepang dalam melawan Belanda.
* 23 Januari - Jepang merebut Balikpapan meskipun terdapat serangan balasan dari Belanda dan A.S.
* 25 Januari - Jepang merebut Kendari di Sulawesi.
* 30 Januari - Jepang menyerang Ambon. Pasukan-pasukan KNIL dan Australia menghancurkan pasokan agar tidak jatuh ke tangan Jepang. Kota Ambon direbut dalam tempo 24 jam. Pertempuran berlanjut hingga 2 Februari. Sejumlah 90 persen pasukan pertahanan Australia menjadi korban, banyak di antaranya yang dibantai pada Februari setelah ditawan.
o Pasukan Britania mengevakuasi Malaya dan lari ke Singapura.

Februari

* 1 Februari - Jepang merebut Pontianak.
* 3 Februari - Jepang mengebom Surabaya, memulai serangan udara terhadap sasaran-sasaran di Jawa.
* 4 Februari – Pertempuran Selat Makassar (pertempuran laut antara Kalimantan dan Sulawesi): Angkatan Udara dan Laut Jepang memaksa Sekutu untuk mundur hingga ke Cilacap. Jepang maju hingga ke Sulawesi.
* 6 Februari - Jepang mulai mengebom Palembang.
* 8 Februari - Jepang mulai melakukan serangan utama atas Singapura.
* 9 Februari - Jepang mengebom Batavia, Surabaya dan Malang.
* 10 Februari - Jepang merebut Makassar.
* 13 Februari - Jepang mendaratkan pasukan parasut di Palembang, merebut kota dan industri minyaknya yang berharga.
* 15 Februari - Singapura jatuh; 130.000 pasukan di bawah komando Britania ditawan sebagai tawanan perang.
* 18 Februari - Van Mook, di Australia, memohon agar pasukan Sekutu melakukan serangan. Bali diduduki Jepang.
* 19 Februari – Pertempuran Selat Badung (pertempuran laut antara Bali dan Lombok): sebuah satuan kecil pasukan Jepang memukul mundur pasukan Belanda dan Australia. Jepang mendarat di Bali. Serangan udara pertama Jepang atas Darwin, Australia.
* 20 Februari - Jepang mendarat di Timor dan tanggal 24 Februari tentara Jepang telah menguasai Timor.
* 23 Februari – Revolusi melawan Belanda dimulai di Aceh dan Sumatra Utara, dengan dukungan Jepang.
o Belanda memindahkan Soekarno ke Padang; Soekarno lolos dalam kekacauan sementara Belanda melakukan evakuasi.
o Belanda mengevakuasi Sjahrir dan Hatta dari Banda lewat udara beberapa menit sebelum Jepang mulai mengebom pulau itu.
o Jepang mengklaim Timor; pasukan-pasukan Australia terus melakukan perang gerilya.
* 27 Februari

Pertempuran Laut Jawa: Dalam pertempuran di Laut Jawa dekat Surabaya yang berlangsung selama tujuh jam, Angkatan Laut Sekutu dihancurkan, kapal-kapal perusak Amerika lolos ke Australia. Sekutu kehilangan lima kapal perangnya, sedangkan Jepang hanya menderita kerusakan pada satu kapal perusaknya (Destroyer). Rear Admiral Karel Willem Frederik Marie Doorman, Komandan Angkatan Laut India-Belanda, yang baru dua hari sebelumnya, tanggal 25 Februari 1942 ditunjuk menjadi Tactical Commander armada tentara Sekutu ABDACOM, tenggelam bersama kapal perang utamanya (Flagship) De Ruyter.


* 28 Februari

Tanggal 28 Februari 1942, Tentara Angkatan Darat ke-16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa. Pertama adalah pasukan Divisi ke-2 mendarat di Merak,Banten, kedua adalah Resimen ke-230 di Eretan Wetan, dekat Indramayu dan yang ketiga adalah Divisi ke-48 beserta Resimen ke-56 di Kragan. Ketiganya segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma), Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda.

Maret

Pada Maret 1942, pasukan-pasukan Sekutu di Jawa diberitahukan oleh mata-mata bahwa suatu kekuatan Jepang sejumlah 250.000 sedang mendekati Bandung, sementara kenyataannya kekuatannya hanya sepersepuluh jumlah itu. Informasi yang keliru itu mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa Sekutu menyerah di Jawa.

Belanda sesungguhnya memindahkan kaum Komunis yang ditahan di kamp-kamp penjara di Hindia Belanda, sebagian dari mereka sejak 1926, ke penjara-penjara di Australia ketika Jepang tiba.

* 1 Maret - Pertempuran Selat Sunda: Pasukan invasi Jepang mendarat di Banten.
o Pasukan invasi Jepang mendarat di sebelah barat Surabaya.
o Serangan udara Jepang atas Medan.
* 5 Maret - Serangan udara Jepang di Cilacap. Jepang masuk ke Batavia.
* 7 Maret - Jepang merebut Cilacap.
* 7 Maret - Rangoon jatuh ke tangan Jepang.
* 8 Maret - Jepang merebut Surabaya.
* 9 Maret - Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang

Pada 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-Belanda datang ke Kalijati dan dimulai perundingan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan pihak Tentara Jepang yang dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Imamura. Imamura menyatakan, bahwa Belanda harus menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Letnan Jenderal ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal menanda-tangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Dengan demikian secara de facto dan de jure, seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara India Belanda untuk juga menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang.

Para penguasa yang lain, segera melarikan diri. Dr. Hubertus Johannes van Mook, Letnan Gubernur Jenderal untuk Hindia Belanda bagian timur, Dr. Charles Olke van der Plas, Gubernur Jawa Timur, melarikan diri ke Australia. Jenderal Ludolf Hendrik van Oyen, perwira Angkatan Udara Kerajaan Belanda melarikan diri dan meninggalkan isterinya di Bandung. Tentara KNIL yang berjumlah sekitar 20.000 di Jawa yang tidak sempat melarikan diri ke Australia ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang. Sedangkan orang-orang Eropa lain dan juga warganegara Amerika Serikat, diinternir. Banyak juga warga sipil tersebut yang dipulangkan kembali ke Eropa.

Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942, ketika Panglima Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Subang. Jepang tanpa banyak menemui perlawanan yang berarti berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia menyambut kedatangan balatentara Jepang dengan perasaan senang, perasaan gembira dan disambut baik karena akan membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa Belanda.

* 11 Maret - Perlawanan Aceh terlibat dalam pertempuran dengan Belanda yang sedang mengundurkan diri.
* 12 Maret - Jepang mendarat di Sabang. Operasi-operasi di Aceh selesai sekitar 15 Maret.
* 12 Maret - Jepang tiba di Medan.
* 18 Maret - Jepang merebut Padang.
* 28 Maret - Pasukan Belanda terakhir di Sumatra menyerah di Kutatjane, di selatan Aceh.
o Jepang melarang semua kegiatan politik dan semua organisasi yang ada. Volksraad dihapuskan. Bendera merah-putih dilarang.
o Angkatan Darat ke-16 Jepang menguasai Jawa; Angkatan Darat ke-25 di Sumatra (markas besar di Bukittinggi); Angkatan Laut menguasai Indonesia timur (markas besar di Makassar).

April

Pada April 1942, sekitar 200 tentara Sekutu yang telah melarikan diri ke bukit-bukit di Jawa Timur dan terus berperang, ditangkap oleh Jepang di bawah perintah Imamura. Mereka dikumpulkan dan dimasukkan ke kandang-kandang ternak dari bambu, dibawa dengan kereta-kereta api terbuka ke Surabaya, lalu dibawa ke laut dan dilemparkan ke ikan-ikan hiu, sementara masih berada di dalam kandang-kandang bambu itu. Imamura dinyatakan bersalah atas kekejaman ini oleh sebuah peradilan militer Australia setelah perang.

* 7 April – Tiga orang pegawai Radio Hindia Belanda dihukum mati karena memainkan lagu kebangsaan Belanda pada 18 Maret, setelah menyerahnya Belanda.
* 7 April - Jepang merebut Ternate.
o Jepang mencoba untuk membentuk gerakan Tiga A; memulai kampanye propaganda.

*
o ABDACOM dibubarkan. Britania dan Amerika membagi tanggung jawab perang: Britania akan mencoba untuk merebut kembali Malaya dan Sumatra serta Burma. Sisanya di Pasifik dan Indonesia menjadi tanggung jawab AS (yang bekerja sama dengan Australia).
* 19 April - Jepang merebut Hollandia (kini Jayapura).

Mei

* 9 Mei - Jepang menduduki Lombok.
* 13 Mei - Jepang menduduki Sumbawa.
* 14 Mei - Jepang mendarat di Flores, pendudukan selesai pada 17 Mei.
* 16 Mei - Jepang menduduki Sumba.

Juni

* 17 Juni – Pemerintah Belanda di pengungsian di London membentuk dewan konsultatif untuk urusan-urusan Hindia Belanda.

Juli

Pilihan satu-satunya yang dimiliki Soekarno dan Hatta adalah pura-pura bekerja sama dengan Jepang. Tujuan akhirnya, sudah tentu, bukanlah untuk mendukung Jepang, melainkan untuk mendapatkan kemerdekaan untuk Indonesia. Belakangan, Belanda yang kembali akan mencoba untuk menuduh Soekarno sebagai kolaborator Jepang guna mendapatkan dukungan Britania dalam menghadapi republik Indonesia yang baru terbentuk.

Sjahrir memimpin gerakan di bawah tanah dari rumah kakak perempuannya di Cipanas, dekat Bogor. Informasi seringkali dan dengan diam-diam dibagikan Soekarno, yang mendapatkannya dari lingkaran dalam Jepang, dan Sjahrir.

* Satuan sisa-sisa tentara KNIL dikirim ke Kai, Aru dan Kepualuan Tanimbar.
* Jepang mengumpulkan Soekarno, Hatta, dan Sjahrir di Jakarta.
* Soekarno, Hatta, Sjahrir bertemu secara rahasia: Soekarno untuk mengumpulkan massa untuk kemerdekaan, Hatta untuk menangani hubungan-hubungan diplomatik, Sjahrir untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan bawah tanah.
* Soekarno menerima tawaran Jepang untuk menjadi pemimpin pemerintah Indonesia, tetapi bertanggung jawab kepada militer Jepang.
* 30 Juli - Jepang menduduki Kep. Kai dan Aru, setelah sejumlah perlawanan di Kai.
* 31 Juli - Jepang merebut Kep. Tanimbar sejumlah perlawanan oleh KNIL dan detasemen-detasemen Australia di Saumlaki.

Agustus, September, Oktober

* 29 Agustus - Jepang mulai memindahkan sejumlah pasukan dari Sumatra dan Jawa ke Kep. Solomon.
* September, orang-orang Muslim Indonesia menolak untuk memberi hormat kepada Kaisar Jepang di Tokyo. Peristiwa di Sukamanah, Singaparna Tasikmalaya-Jawa Barat bukti nyata penolakan tersebut. Haji Zaenal Mustafa mengangkat senjata kepada Jepang walaupun kemudian berhasil ditumpas dan beliau dihukum mati di Ancol. Sebagai penghormatan, nama Haji Zaenal Mustafa menjadi nama jalan terpenting di Tasikmalaya.
* Oktober, Kemajuan militer Jepang di Pasifik terhenti; para komandan Jepang disuruh mengembangkan sentimen-sentimen pro-Jepang di wilayah-wilayah pendudukan.
* 16 Oktober – Tentara ke-16 Jepang mengirimkan pasukan-pasukan pengawal ke Lombok, Sumba dan Timor.

Pada mulanya, propaganda Jepang kedengaran seperti perbaikan dibandingkan dengan pemerintahan Belanda. Setelah itu, pasukan-pasukan Jepang mulai mencuri makanan dan menangkapi orang untuk dijadikan pekerja paksa, sehngga pandangan bangsa Indonesia terhadap mereka mulai berbalik.

Militer Jepang membuat tiga kesalahan besar terhadap bangsa Indonesia:

1. kerja paksa: banyak laki-laki Indonesia diambil dari tengah keluarga mereka dan dikirim hingga ke Burma untuk melakukan pekerjaan pembangunan dan banyak pekerjaan berat lainnya dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk. Ribuan orang mati atau hilang.
2. pengambilan paksa: tentara-tentara Jepang dengan paksa mengambil makanan, pakaian dan berbagai pasokan lainnya dari keluarga-keluarga Indonesia, tanpa memberikan ganti rugi. Hal ini menyebabkan kelaparan dan penderitaan semasa perang.
3. perbudakan paksa terhadap perempuan: banyak perempuan Indonesia yang dijadikan "wanita penghibur " bagi tentara-tentara Jepang.

Selain itu, Jepang menahan banyak warga sipil Belanda di kamp-kamp tahanan dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk, dan memperlakukan tahanan perang militer di Indonesia dalam keadaan yang buruk pula.

Namun, kejahatan-kejahatan perang di -- yang sangat serius -- pada kenyataannya tidak seburuk dengan apa yang dilakukan di Tiongkok atau Korea pada masa yang sama. Sejumlah komandan, seperti misalnya Jen. Imamura di Jawa, secara terbuka dikritik di koran-koran Jepang karena terlalu "lunak". Bahkan ada sejumlah perwira Jepang yang bersimpati dengan gagasan kemerdekaan Indonesia, dan yang bahkan memberikan dukungan mereka kepada tokoh-tokoh dan organisasi politik Indonesia, hingga kepada Soekarno sendiri.

November, Desember

* November, Pemberontakan di Aceh diredam oleh Jepang.
* Jenderal Imamura digantikan oleh Jenderal Harada.
* 7 Desember - Ratu Wilhelmina dari kerajaan Belanda, di pengasingan berpidato menjanjikan perbaikan hubungan kembali dengan jajahan setelah perang selesai.
* 27 Desember - Jepang membuka kamp interniran pertama untuk perempuan Belanda di Ambarawa.

1943

* Januari, Jepang menangkap Amir Sjarifuddin untuk mematahkan gerakan perlawanannya. Sjarifuddin dijatuhi hukuman mati, tetapi Soekarno mengintervensi dan membelanya atas nama pribadi. Kasus Amir Sjarifuddin ini cukup unik. Ia seorang komunis namun menerima dana dari pemerintah Belanda untuk mendukung gerakan perlawanan terhadap Jepang.
* 9 Februari - Jepang mengirim tambahan pasukan ke Tanimbar, Kepulauan Kai dan Irian Barat.
* 10 Februari - Gerilyawan Australia ditarik dari Timor Portugis setelah setahun berperang di dalam hutan.
* 9 Maret - Jepang membentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat), sebuah sayap organisasi politik. Soekarno menjadi ketuanya, Hatta dan Ki Hadjar Dewantara salah satu anggotanya.
* Jepang membentuk sayap militer lokal, disebut Heiho untuk menjadi unit reguler Jepang. Tentara Heiho dari Indonesia adalah kombinasi antara sukarelawan dan milisi. Tentara Jepang membedakan perlakuan terhadap Heiho dan tentara Jepang.
* Juli, Jepang menangkap sekitar 1000 pejuang di Kalimantan Selatan
* 7 Juli - Perdana Menteri Jepang Tojo menjanjikan pemerintahan otonomi terbatas bagi Indonesia dalam pidatonya di Gambir.
* 13 Agustus - Amerika melancarkan serangan bom dari Australi terhadap Balikpapan.
* Jepang mulai mengambil alih perkebunan gula untuk menguasai produksi gula. Para manajer Eropa dikirim kamp interniran. Di sekitar waktu ini, banyak Gereja Kristen Protestan didirikan oleh orang Indonesia setelah pendeta dan misionaris Belanda dikirim ke kamp interniran Jepang.
* September, pemberontakan melawan Jepang berhasil ditumpas di Kalimantan Selatan dan Barat.
* 8 September - Perintah dari Markas Besar Militer Jepang di Saigon untuk membentuk "Giyugun" (angkatan bersenjata lokal) di sepanjang Asia Tenggara. Pada akhir peperangan, sekitar dua juta orang Indonesia telah direkrut untuk menjadi Giyugun atau menjadi Heiho. Jepang merasa perlu merekrut orang lokal untuk pertahanan, karena tentara Jepang terus ditarik untuk perang dengan Sekutu di Pasifik.
* 3 Oktober - Jepang membentuk Giyugun di Sumatra dan Jawa. Pasukan di Jawa disebut PETA (Pembela Tanah Air). Banyak tokoh yang tergabung dalam PETA, termasuk Soedirman dan Soeharto. Aktivis kemerdekaan menganggap pelatihan militer tidak begitu mendukung kekuatan Jepang dibanding persiapan untuk kemungkinan kemerdekaan. Pada pertengahan 1945, ada 120.000 pejuang tergabung dalam PETA. Kelompok ini yang kemudian akan membentuk inti Angkatan Bersenjata Indonesia.
* 24 Oktober, payung organisasi MIAI berganti nama menjadi Masyumi (Majelis Syurah Muslimin Indonesia).
* Jepang mulai melancarkan kerja paksa terhadap penduduk desa (romusha), ribuan orang mati dan hilang. Jepang mulai menjarah beras.
* Brigade Angkatan Laut Belanda di pengasingan mulai pelatihan pada Camp Lejeune, North Carolina, dengan tujuan akhir merebut kembali Hindia Belanda.
* 3 November - Hatta berpidato menghimbau orang Indonesia untuk bergabung dengan PETA.
* 10 November - Soekarno, Hatta, dan Kyai Bagus Hadikusumo berangkat ke Tokyo untuk bertemu dengan Kaisar Jepang. Ini adalah pertama kali Soekarno bepergian ke luar negeri.
* Desember, Barisan Hizbullah dibentuk oleh Jepang, sebuah angkatan perang pemuda Muslim yang berhubungan dengan Masyumi.

1944

* Januari, Putera digantikan oleh Jawa Hokokai. Soekarno menjadi pemimpinnya.
* 19 April - Sekutu menjatuhkan bom di Sabang, Aceh.
* 22 April - Sekutu menguasai Hollandia (sekarang Jayapura).
* 9 Mei - Komandan Jepang memutuskan meninggalkan Irian Barat.
* 17 Mei - Serangan udara Sekutu di Surabaya.
* 21 Mei - Tentara Amerika mendarat di Biak.
* 4 Juni - Jepang melancarkan serangan balik ke Biak.
* Agustus, Barisan Pelopor yang dibentuk oleh sayap pemuda Jawa Hokokai (setelah kemerdekaan berganti nama menjadi Barisan Benteng).
* 11 Agustus - Serangan udara Sekutu di Palembang.
* 28 Agustus - Ambon luluh lantak akibat serangan udara Sekutu.
* 8 September - Jenderal Koiso menjanjikan Indonesia akan merdeka dalam waktu yang tidak lama lagi.
* 8 September - tentara Amerika berhasil mengusir Jepang dari Biak.
* 15 September - Sekutu mendarat di Morotai. Otoritas Jepang mulai mengorganisir dewan regional (dengan kekuasaan sebagai penasehat saja).
* Oktober, tentara Australia mulai melancarkan serangan bom ke Balikpapan. Jepang mengorganisir sebuah Dewan Penasehat Pusat, serupa dengan Volksraad, namun tanpa kekuasaan legislatif.
* November, Gubernur Militer Kumashaki Harada digantikan oleh Shigeichi Yamamoto. Pakubuwono XII menjadi Susuhunan Surakarta.

1945

Makam Kalibanteng, tempat dimakamkannya banyak warga sipil Belanda yang meninggal di kamp interniran Jepang.

Januari-April

* 14 Februari - tentara Peta di Blitar menyerang gudang senjata Jepang.
* 1 Maret - Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebuah komite untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia, diumumkan pembentukannya oleh Jepang. Anggota-anggotanya antara lain Soekarno, Hatta, Wahid Hasyim, dll. Pemimpinnya adalah Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
* April, Laksamana Maeda, pimpinan intelijen Angkatan Laut di Indonesia, mendukung perjalanan pidato keliling Soekarno dan Hatta ke Makassar.
* 30 April - Tentara Australia dan Belanda mendarat di Tarakan.

Mei

* 3 Mei - Gerilyawan Aceh menyerang pos Jepang di Pandrah, berhasil membunuh seluruh tentara Jepang.
* 29 Mei - Diselenggarakan sidang pertama BPUPKI yang berlangsung sampai 1 Juni. Soepomo berpidato tentang integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan. Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Timor Portugis, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang. Yamin juga menyarankan bahwa Indonesia baru harus mengabaikan hukum internasional dan mendeklarasikan semua area samudra antara pulau-pulau sebagai perairan teritorial. Kontroversi terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai aturan Islam dalam Indonesia yang baru.

Juni

* Maeda mendukung perjalanan Soekarno dan Hatta ke Bali dan Banjarmasin untuk berpidato.
* 1 Juni - Soekarno menjelaskan tentang doktrin "Pancasila" di depan BPUPKI.
* 10 Juni - Tentara Australia mendarat di Brunei, tentara Belanda mendarat di Sumatra Utara.
* 22 Juni - Sebuah komisi khusus dipimpin Soekarno dibentuk untuk memecahkan perselisihan atas peran Islam dalam Republik yang baru, dan setuju dengan menghadiahkan bahasa kompromi, yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta. Bahasa kompromi ini menyebutkan bahwa hanya yang beragama Islam yang diwajibkan untuk mengikuti Hukum Islam.
* 24 Juni - Tentara Sekutu mendarat di Halmahera.

Juli

* Militer Jepang mengadakan pertemuan di Singapura. Merencanakan pengalihan kekuasaan Indonesia kepada pimpinan pejuang kemerdekaan Indonesia.
* 1 Juli - Tentara Australia menguasai Balikpapan, pesawat Amerika menjatuhkan bom di Watampone.
* 8 Juli - Sekolah Tinggi Islam didirikan di Jakarta (Sekarang Menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) yang berpusat di Yogyakarta seiring perpindahan ibukota Indonesia ke Yogyakarta saat Agresi Militer Belanda ke II)
* 10 Juli-17 Juli - Diselenggarakan sidang kedua BPUPKI untuk membicarakan rancangan undang-undang dasar untuk Indonesia. Hatta melakukan kritik terhadap pernyataan Yamin, dan menyarankan Irian Barat sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam Indonesia. Soekarno mendukung Yamin. Haji Agus Salim menyarankan agar rakyat yang berada di bawah bekas kekuasaan Inggris dan Portugis dapat memilih apakan akan bergabung dengan Indonesia atau tidak. Mayoritas anggota memilih bahwa Indonesia harus memasukkan Malaya, Sarawak, Sabah dan Timor Portugis, seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
* 11 Juli - Amerika melancarkan serangan udara di Sabang.

Periode menjelang Kemerdekaan RI

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

7 Agustus - BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.

15 Agustus - Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda.

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman Proklamasi ke luar negeri.

Pasca-Kemerdekaan

Rapat kedua KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir pada tanggal 25-26 November 1945

18 Agustus - PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata "Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.

Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

Pada 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.

23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri Indonesia. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri.

29 Agustus - Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.

Sekutu

Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa negara-negara sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.

Menurut Sekutu sebagai pihak yang memenangkan Perang Dunia II, Lord Mountbatten sebagai Komandan Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara adalah orang yang diserahi tanggung jawab kekuasaan atas Sumatra dan Jawa. Tentara Australia diberi tanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur.

Pada 23 Agustus 1945 tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.

15 September 1945, tentara sekutu tiba di Jakarta, ia didampingi Dr Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr Hubertus J van Mook.

Dampak Pendudukan Jepang Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa Indonesia

Aspek Politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.

Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:

* Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu)
* Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
* Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
* Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
* Menarik simpati organisasi Islam MIAI.
* Melancarkan politik dumping
* Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.

Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:

* Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
* Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).

Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:

* Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
* Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
* Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.

Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:

* Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.
* Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.
* Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.

Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.

Aspek Ekonomi dan Sosial

Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:

* Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
* Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
* Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.

Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).

Aspek Kehidupan Militer

Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.

Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).

Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.

Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia

Masa Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Indconesia, selain itu hampir tidak adanya tantangan yang berarti kepada Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang singkat itu, Jepang membawa dampak yang positif dan jua membawa dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Pada umumnya kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah masa-masa yang kelam, akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada juga yang membawa kebaikannya pula.

Dampak Positif Pendudukan Jepang

Tidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki Indonesia. Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain :

* Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
* Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
* Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA
* Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi
* Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
* Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
* Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya, namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang.
* Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nipon sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.

Dampak Negatif Pendudukan Jepang

Selain dampak positifnya tadi diatas, Jepang juga membawa dampak negatif yang luar biasa antara lain :

* Penghapusan semua organisasi politik
* Romusha
* Krisis ekonomi yang sangat parah : hal ini dikarenakan dengan disalurkannya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
* Akibat dari self sufficiency yang terputusnya hubungan antar daerah
* Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya dibawah pengawasan Jepang.
* Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi yang parah seperti perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
* Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
* Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.

Sejarah Kehidupan Presiden Soekarno I Biografi Soekarno

Biografi Soekarno – Ir. Soekarno adalah sosok orang terpenting dalam sepanjang catatan sejarah memerdekaan bangsa indonesia dari penjajahan Belanda. Beliau adalah proklamator kemerdekaan indonesia bersama Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Ir. Soekarno juga merupakan Presiden Pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945-1966. Beliau dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1910 dan pada usianya yang ke 69, sosok penggali pancasila ini meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970. Semasa hidupnya, Presiden Soekarno banyak mendapatkan penghargaan, antara lain penghargaan dari 26 Universita (luar negeri dan dalam negeri) dan meskipun beliau sudah meninggal dunia, Presiden Ir. Soekarno, juga tetap mendapat penghargaan sebagai bintang kelas satu oleh Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki.

Dibawah ini merupakan sejarah kehidupan Presiden Soekarno Lengkap dari masa kecil dan masa remaja, kiprah politik Presiden Soekarno hingga wafatnya Ir, Soekarno dan lain-lain.

Daftar Isi

BIOGRAFI IR. SOEKARNO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA
1. Nama Kecil Soekarno

* Asal Usul Nama Ahcmed Soekarno

2. Kehidupan Ir. Soekarno

* Masa Kecil dan Remaja Soekarno
* Keluarga Soekarno

3. Kiprah Politik Soekarno

* Masa Pergerakan Nasional
* Masa Penjajahan Jepang
* Masa Perang Revolusi
* Masa Kemerdekaan
* Kejatuhan

4. Sakit Hingga Meninggal
5. Peninggalan
6. Penghargaan
Refferensi

1. NAMA KECIL IR. SOEKARNO

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.

Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

Asal Usul Nama Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.

Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

2. KEHIDUPAN IR. SOEKARNO

Masa Kecil dan Remaja Soekarno – [ Kembali ke daftar isi ]
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Keluarga Soekarno

3. KIPRAH POLITIK SOEKARNO

Masa Pergerakan Nasional

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.

Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa Penjajahan Jepang

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Masa Kemerdekaan

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Kejatuhan

Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[10] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.

Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.

Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato “Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.

Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.

4. SOEKARNO SAKIT HINGGA MENINGGAL

Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.

Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.

Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.

5. PENINGGALAN PRESIDEN SOEKARNO

Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko “100 Tahun Bung Karno”.[8] Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.

Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.

Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.

Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.

Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul “Indonesia Menggugat” yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.

Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[8] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.

6. PENGHARGAAN PRESIDEN IR. SOEKARNO

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.

Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.

Ir. Soekarno (Bung Karno)

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu.
Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI.

Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).

Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan — agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat — hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.

Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (noekolonialisme).

Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul ‘Indonesia Menggugat’, dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuh-annya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta ‘merebut’ kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Kemudian Bung Karno ‘dipenjarakan’ di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.

Orator Ulung
Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.

“Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” kata Bung Karno, dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.

Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.

Ia adalah seorang cen-dekiawan yang meninggal-kan ratusan karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul “Diba-wah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.

Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.

Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.

Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobio-grafinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah…. Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”

Dalam bagian lain disebutkan, “Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil… Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu… Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”

Anti Imperialisme
Pada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme.

“Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?” pekik Soekarno ketika itu.

Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).

Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.

Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.

Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara “kata” dan “fakta” politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.

Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

Tokoh Kontroversial
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang “kurang islami”. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok “nasionalis sekuler”.

Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, “lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa’ allatiy ja’alha al-Qur’an sya’ana min syu’un al-mu’minin” (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).

Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, “Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba”. Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.

Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.

Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?

Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): “Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri.” Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagai “bergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia”. Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- “hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa”. Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru “merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah”.

Sistem Politik
Soekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling “cocok” dengan “kepribadian” dan “budaya” khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam “individualisme” yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.

Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan “persatuan” demi “revolusi”.

Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.

Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah.
Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara.